25 September 2010

Adu Anjing di Indonesia

Selama berabad-abad, manusia telah sengaja mengadu hewan demi kesenangan pribadi. Manusia dengan sadar memanfaatkan hewan-hewan agresif yang secara naluriah berkelahi satu sama lain. Pertarungan hewan seperti ini bisa saja terjadi dimana saja, lintas agama, lintas suku, lintas ras, lintas jenis kelamin, lintas budaya bahkan lintas usia. Hewan yang digunakan pun beragam, mulai dari semut sampai kuda.

Adu hewan yang kita sebut disini berarti adu hewan secara fisik, bukan hanya adu kekuatan atau kecepatan saja sehingga tak heran jika salah satu diantara hewan tersebut ad yang mati di arena aduan. Fenomena ini sudah ada dalam literatur keberadaan menusia di bumi.


Menyoal adu anjing, kegiatan yang disebut sebagian orang sebagai “olahraga” ini dapat ditelusuri sampai ke jaman Romawi kuno ketika bangsa Romawi saat itu menyerbu Inggris pada 43 M. Dalam peperangan tersebut, kedua belah pihak membawa anjing berjuang ke medan perang yang berlangsung selama tujuh tahun tersebut. Akibatnya, muncul usaha jenis baru seputar eksport-import anjing pejuang. Yang dalam perkembangannya, anjing-anjing tersebut dijadikan hiburan publik di Colosseum Roma. Ditempat itu, penonton berkumpul untuk menyaksikan anjing gladiator diadu dengan jenis hewan lain.

Pada abad ke-12, muncul praktek olahraga berdarah ini di beberapa negara lain termasuk Inggris yang ketika itu mengadu anjing dengan sapi jantan. Selama beberapa abad, kegiatan ini dianggap sebagai bentuk hiburan yang terhormat di kalangan bangsawan Inggris. Hingga kemudian pada tahun 1835, Parlemen Inggris melarang semua kegiatan ini.

Apakah kegiatan ini terhenti? Ternyata tidak, para penggiat “olahraga” ini memutar otak dan mulai membuat ras-ras anjing petarung baru yang diadu di dalam ring melawan anjing lain. Seperti di Amerika Serikat yang kemudian berhasil menciptakan sebuah ras anjing aduan bernama American Pit Bull Terrier. Bentuk adu anjing ini kemudian cepat berkembang dan menjadi populer di Amerika Serikat, sebagian Eropa, Asia dan Amerika Latin.

Meski sebagian negara tersebut sudah melarang kegiatan ini sejak tahun 1860-an, kegiatan ini terus berkembang sampai abad 20 di bawah tanah. Pasalnya, selain kegiatan ini memuaskan rasa haus darah menusia, kegiatan ini pun mendatangkan penghasilan yang tidak sedikit bagi para pemilik anjing juara. Sehingga, tak heran jika hingga kini kegiatan ini masih terus berlangsung. Membuat semakin banyak anjing yang dibiakkan untuk menjadi ancaman, tidak hanya untuk anjing lain tetapi juga kepada orang lain.

Bagaimana di Indonesia?

Pada tahun 1990-an, banyak sekali jenis – jenis anjing trah petarung didatangkan ke Indonesia, baik dari Amerika, Eropa, Asia, dsb. Ketika itu lebih banyak dijumpai jenis pitbull blacknose dibanding pitbull rednose, ada juga jenis bull terrier ataupun silangan silangan dari berbagai jenis: pitbox (pitbull-boxer), pitmastiff (pitbull-bullmastiff), pitrott (pitbull-rottweiler), Herpit (Herder-pitbull), pit-terrier (pitbull-bull terrier), pitkam (pitbull-anjing kampung), dan masih banyak lagi persilangan – persilangan dari jenis tersebut.

Pada pertengahan sampai akhir tahun 90-an, pitbull berjenis rednose lebih mendominasi populasi anjing petarung di Indonesia. Secara garis besar terdapat 3 aliran kelompok penggemar pitbull di Indonesia. Kelompok pertama mementingkan fungsi dan kegunaan anjing untuk menangkap babi hutan liar (adu bagong), kelompok kedua mementingkan mental dan kemampuan fisik anjing didalam ring (Pit), dan kelompok ketiga lebih mementingkan penampilan tubuh (show dog).

Dua kelompok diatas merupakan salah satu warisan nenek moyang yang seharusnya sudah ditinggalkan. Khusus untuk adu bagong, pertarungan hidup dan mati antar anjing dan babi hutan alias bagong ini diduga sudah ada sejak tahun 1960-an. Kegiatan ini berawal dari keluhan petani yang merasa terganggu oleh keberadaan bagong. Untuk itu, mereka mengatasinya dengan cara memburu binatang ini dengan bantuan kawanan anjing.

Cara perburuan ini dirasa memerlukan metode dan pelatihan bagi anjing pemburu. Bagong muda yang tertangkap hidup kemudian dipelihara untuk sementara waktu sebagai bahan latihan anjing-anjing muda. Dalam perkembangannya, suasana pelatihan dan pertarungan anjing dengan bagong itu menjadi tontonan tersendiri bagi masyarakat sekitar.

Akibatnya, muncul beberapa kelompok masyarakat yang khusus memelihara anjing aduan itu untuk pelatihan adu bagong. Kelompok masyarakat tersebut kemudian menjadikan pelatihan itu sebagai acara berkala untuk mengisi hari libur dan hari besar tertentu.

Berbeda dengan beberapa negara, adu bagong tidak pernah dilarang di Indonesia. Meski banyak mendapat tentangan dari berbagai kalangan, acara ini masih bisa dijumpai di beberapa daerah di Jawa Barat. Diantaranya, Ciamis, Cileunyi, Ujungberung, Banjaran, Cikalong, Nagreg, Pangalengan, dan Bayongbong Garut.

Berbeda dengan adu bagong, adu anjing dengan anjing selalu diadakan di tempat rahasia dan tersembunyi. Alasannya, kegiatan jenis ini biasanya melibatkan uang didalamnya. Untuk itu, kegiatan seperti ini biasanya dilakukan dibawah tanah untuk menghindari pihak berwajib.